Kenangan dari Majalah Annida

Kerakusanku membaca dimulai dari perpustakaan SMP yang punya banyak koleksi majalah remaja, seperti Aneka Yess dan Hai. Dan ya, isinya semua tentang cinta-cintaan masa remaja. Tapi bacaanku jadi makin berwarna saat berkenalan dengan Annida.

Majalah annida

Saat itu, seorang karyawan koperasi yang biasa datang ke rumah untuk menarik tabungan milik ibu, tiba-tiba saja menawarkan sebuah majalah. Mungkin melihatku yang mulai tumbuh remaja, bisa jadi konsumennya.

Saat ibu bertanya padaku, tentu aku tidak menolak. Di sekolah saja, aku langganan dan beberapa kali jadi peminjam buku terbanyak di perpustakaan tiap bulan. Nah ini ditawari langganan majalah, ya jelas sangat senang.

Sebenarnya perkenalan pertamaku dengan majalah Annida saat dipinjami oleh seorang kawan. Dia mendapatkan majalah itu dari kakaknya yang telah kuliah. Tentu aku jadi peminjam langganan dong, haha


Rubrik di Majalah Annida

Rubrik yang paling berkesan bagiku dari majalah Annida adalah cepen. Tidak seperti majalah umumnya yang paling hanya menampilkan satu-dua cerpen dalam satu kali terbit, majalah Annida punya koleksi cerpen lebih dari empat.

Sesuai motonya ‘Seri Kisah-Kisah Islami’, majalah Annida yang menyasar segmen remaja menghadirkan beragam rubrik andalah. Yang keren, majalah Annida selalu menyisipkan nilai-nilai keislaman tanpa terkesan menggurui.

Majalah Annida yang kubaca pertama kali di awal 2000-an ini punya banyak rubrik keren. Tentu yang wajib ada dan jadi icon utamanya adalah rubrik cerpen. Selain itu, ada juga beberapa rubrik lain seperti konsultasi remaja, profil remaja berprestasi, komik, opini lelaki dalam 1269 male, dan sebagainya.

Bersama dengan pergantian pemimpin redaksi, saat itu majalah Annida juga berganti moto menjadi ‘Sahabat Remaja Berbagi Cerita’. Ini mengokohkan bukti kalau rubrik cerita ‘cerpen’ di majalah Annida memang jadi rubrik utamanya.

Tidak hanya menerbitkan cerpen, majalah Annida pun mengadakan Lomba Menulis Cerita Pendek Islami (LMCPI). Dari lomba ini, lahirlah banyak penulis keren yang saat ini jadi penulis besar.

Dalam koleksi majalah Annida yang aku punya, beberapa kali mencoba mengirim cerpen untuk lomba ini. Dan alhamdulilah-nya, belum pernah menang ataupun diterbitkan. Hahaha.


Rebutan Tampil di Majalah Annida

Beberapa kali mengirimkan naskah ke redaksi majalah Annida, ternyata belum ada satupun ceritaku yang lolos kurasi dan diterbitkan. Sedih? Jelas. Tapi memang akhirnya sadar diri sih, kualitas tulisan di majalah Annida memang enggak main-main. Persaingan ketat dong.

Sebagai majalah yang banyak memuat cerita fiksi Islami, majalah Annida menampilkan lebih dari empat cerpen dalam satu eksemplar terbitnya. Nyatanya, ini belum bisa mengimbangi banyaknya naskah yang masuk. Majalah Annida tetap kebanjiran naskah.

Ini sebanding dengan oplah terbit majalah Annida di tahun 2000-an awal, yang mencapai 100.000 eksemplar tiap bulannya.

Menanggapi banyaknya naskah yang masuk ini, majalah Annida pun membuka rubrik baru, yakni Bengkel Nida. Dalam rubrik ini disajikan tips menulis cerita ataupun kolom khusus yang diisi penulis senior untuk membedah salah satu karya yang diterbitkan dalam majalah Annida yang sama.

Dari majalah Annida, banyak penulis yang memulai karirnya. Hingga mereka akhirnya makin terkenal dan menerbitkan buku. Ini juga cocok dengan iklim penerbitkan tahun 2000-an, yang sedang booming dengan fiksi Islami. Sebut saja nama Afifah Afra, Sinta Yudisia, Maya Lestari GF dan sebagainya.


Majalah Annida dan Forum Lingkar Pena (FLP)

Bagi sejumlah orang, majalah Annida identik dengan Forum Lingkar Pena (FLP). FLP adalah wadah komunitas para penulis di Indonesia yang diinisiasi oleh Helvy Tiana Rosa, Muthmainnah dan Asma Nadia pada 1997.

Majalah Annida menjadi tempat berkumpulnya pada penulis lama dan baru. Yang kemudian hari membentuk komunitas penulis, FLP ini.

Lewat majalah Annida, para penulis FLP menunjukkan kepiawaiannya menulis. Dan tidak bisa dipungkiri jika tulisan-tulisan anak-anak FLP-lah yang mendominasi majalah Annida.

Bahkan porsi di majalah Annida untuk FLP pun makin luas saat FLP mendapatkan rubruk khusus yang berisi berbagai info tentang FLP. Tidak hanya itu saja, melalui majalah Annida, rekrutmen anggota FLP bahkan menjadi 2000-an pendaftar.

Masa Remajaku Bersama Majalah Annida

Aku pertama kali berlangganan majalah Annida saat SMP. Seperti kutulis di atas, dibawa oleh karyawan koperasi. Dan kedatangan karyawan koperasi inilah yang selalu aku tunggu saat itu. Tentu masih dengan biaya dari ibu, hehe

Pada tahun 2000-an itulah masa kejayaan majalah Annida. Terbit dua kali dalam satu bulan, majalah Annida pun makin beredar luas. Tidak hanya dikenal di kalangan terbatas anak rohis, tetapi juga mulai muncul di lapak penjual koran dan majalah.

Saat masuk SMA, aku sempat kesulitan mendapatkan majalah ini. Karyawan koperasi yang biasa datang membawakan majalah Annida ke rumah, sudah ganti. Sampai tidak sengaja, aku menemukan kembali majalah ini di salah satu toko jilbab di kecamatan sebelah.

Masa SMA-ku kuhabiskan sebagai anak kos. Tiap awal bulan, aku akan naik angkot selama kurang lebih 30 menit menuju toko jilbab di kota sebelah. Di sinilah aku bisa mendapatkan kembali majalah favoritku.


Berubah dan Akhirnya Hilang?

Selepas SMA, aku melanjutkan kuliah di kota lain. Dan tantangan mendapatkan majalah Annida pun kembali hadir. Sulit sekali mencari majalah satu ini.

Sebenarnya bisa saja aku berlangganan majalah ini, selama enam bulan atau setahun. Tapi sebagai anak kos, tentu aku lebih memilih membelinya secara ecer tiap bulan. Ada anggaran khusus untuk membeli majalah Annida. Tapi kalau harus setahun, ya pasti tidak ada, hahaha

Saat akhirnya aku bisa mendapatkannya, aku harus naik bis dulu dan menyeberangi kota tempatku kuliah. Kosku di ujung timur, dan lapak penjual majalah Annida ini di ujung barat kota. Perjalanan dengan bis kota mungkin bisa satu hingga satu setengah jam. Ya tetap aku lakukan sih.

Saat majalah Annida perlahan bergeser trend menjadi lebih nyastra, memang agak janggal. Tapi ya tetap diikuti. Tapi yang paling nyesek itu saat beberapa kali mengunjungi lapak majalah langganan dan penjualnya mengtakan kalau majalah Annida sudah tidak terbit lagi.


Sedih, jelas. Hingga setelahnya, aku menemukan kalau majalah Annida berubah menjadi versi online. Sempat senang, karena masih bisa menikmati cerita-cerita di majalah Annida. Tapi sedih lagi, karena versi online ternyata jadi kurang update dan kurang menarik dibanding versi cetaknya.

Suatu saat, majalah Annida akhirnya mengeluarkan kembali versi cetaknya. Kali ini dengan kertas luks yang tebal, mengkilap dan berwarna. Jelas, harganya jadi jauh lebih mahal. Dan ini pun hanya terbit tiga atau empat bulan sekali.

Tapi sepertinya, majalah Annida akhirnya harus menemukan jalan akhirnya di sini. Setelah versi luks yang hanya beberapa kali terbit, majalah Annida akhirnya tidak terdengar lagi. Hiks, sedih.

Kangen, jelas. Sebagai pembaca lama, aku sering kangen dengan majalah ini. Dan akhirnya hanya bisa mengobati kangen dengan beberapa koleksi lama majalah Annida.

Dua tulisan sepertinya belum cukup untuk curhat semua tentang majalah Annida ya. Ya sudah, sampai jumpa di tulisan ketiga tentang majalah Annida ya.

Btw, tulisan ini kubuat 22 Februari, saat hari jadi Forum Lingkar Pena (FLP) ke-25. Selamat milad FLP ke-25 ya

1 komentar:

   
  1. wah keren, saya dulu pernah menulis di annida juga, tulisan pertama jadi cover Annida, judulnya Awas! Ada Alien.

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Blognya Bening Pertiwi. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)

Note :

Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.

Diberdayakan oleh Blogger.