Jalan-jalan Air Terjun Curug Bandung 2

Hai hai, sudah baca bagian pertama dari Jalan-jalan tipis ke Air Terjun a.k Curug Bandung part 1 ini? Kalau belum, baca dulu ya, hehe. Nah kalau berikutnya ini adalah bagian keduanya. Biar urut dan enggak kehilangan ceritanya, sebaiknya memang baca yang pertama dulu ya, hehe

Curug bandung dari jauh

Sampai Lokasi Curug Bandung

Air terjun atau curug Bandung ini sebenarnya tidak terlalu tinggi. Mungkin hanya sekitar 8-10 meter saja. Dan karena saat kami datang debit airnya tidak terlalu banyak, maka air mengalir menempel pada dinding di belakangnya. Hingga tidak terlalu deras. Curug Bandung sendiri bisa dibilang curug kembar. Jadi, dalam satu tempat ada dua air terjun yang letaknya bersebelahan dan hanya berselisih sekitar dua meter saja. Ukurannya sama-sama tidak terlalu besar. Nah enaknya nih, karena ukurannya tidak terlalu besar, jadi bagian bawah tempat jatuhnya air tidak terlalu dalam, sehingga relatif aman untuk basah-basahan. Cuma karena kami tidak ada rencana basah-basahan, ya enggak nyebur deh. Cuma foto-foto aja.


Curug Bandung ini masih cukup rindang, karena dinaungi beberapa pohon besar yang menjuntai di sekitarnya. Benar-benar tipikal air terjun yang memanjakan mata. Hal lain yang tidak kalah menarik adalah motif batu tempat turunnya air terjun ini. Batu-batuan itu membentuk motif bertumpuk. Seperti tumpukan lapisan yang sangat banyak. Dan bisa dibilang, mungkin hasil kikisan dari tumpukan puluhan tahun.

Curug bandung kembar bersebelahan

Puas foto-foto, kami pun menyingkir ke batu yang tadi ada di dekat air terjun. Kompor pun dinyalakan. Beras yang sudah siap masak diberi bumbu lalu mulai dimasak. Tidak butuh waktu lama hingga beras nyaris matang. Lalu ikan peda yang tadi dibeli di pasar pun ikut nangkring di atas nasi yang dimasak, bersama potongan cabe dan tomat segar, hmmmm .... sambil menunggu, kami membuka bekal buah dan juga camilan ala anak muda.

Baca juga Jalan-jalan Air Terjun Kyai Kate

Tidak butuh waktu lama hingga nasi benar-benar masak. Memang sih kami sudah bawa kertas minyak untuk alas makan, tapi sepertinya belum cukup. Daun pisang yang ada di sekitar pun jadi sasaran. Maaf ya, pak petani yang nanam daun pisang, kami Cuma minta daunnya sedikit kok. Dan dengan alasan daun pisang serta kertas minyak, nasi liwet matang pun ditumpahkan. Jangan lupa lauknya ikan peda dan lalapan. Panas suasana tidak terlalu terasa karena angin memang cukup semilir. Hmmm ... serbu nih? Hayuklah .... ternyata makan rame-rame di luar ruangan gini, setelah capek-capek jalan tetap enak rasanya meski dengan menu sederhana. Satu porsi? Kuranglah. Dua porsi minimal. Puas menikmati makanan, kami selonjoran sambil ngemil jajan yang belum habis. Kenyang juga, euy. ini tadi kebanyakan yang bawa beras. Tapi enggak apa deh.

Menu makan siang

Hiking tipis diakhiri dengan minum seduhan kopi panas. Iya, tahu kalau suasana cukup panas. Tapi tetap engggak lengkap tanpa kopi. Puas ngopi dan ngobrol ngalor ngidul, mejelang tengah hari kami memutuskan untuk pulang. Beberes barang bawaan, lalu membakar barang-barang yang memang bisa dibakar. Yang bisa busuk, ya dibuang aja. Yang jelas, adab datang ke gunung harus tetap dilakukan. Jangan mengambil apapun kecuali foto dan jangan meninggalkan apapun kecuali jejak.

Eits, tapi tantangan perjalanan sebenarnya belum selesai. Justru ini yang beratnya, perjalanan kembali. Jika waktu berangkat tadi jalanan turun, maka bisa dipastikan perjalanan kembali pasti naik, naik, dan naik. Matahari sudah berada di atas kepala. Beruntungnya jala setapak cukup rindang, sehingga kami bisa sedikit menghindari panas. Hhhh ... beberapa kali kami harus berhenti, mengatur napas dan mengembalikan tenaga. Kalau tadi turun Cuma butuh sekitar dua puluh menitan saja, maka naik butuh tiga puluh menitan. Enggak buruk, tapi cukup menguras energi. Sampai di atas/tempat parkir, kami langsung menyerbu warung yang ada di sana. Minuman dingin jadi sasaran utama kami. Hmmm ... sebotol air mineral pun ludes gue minum dalam waktu singkat. Jangan dibayangkan semerah apa pipi ini. Nekat banget ya, jalan di tengah hari.

Baca juga Jalan-jalan Air Terjun Gunung Putri

Setelah cukup istirahat, kami pun melakukan apel siang. Memastikan tidak hanya tubuh, tapi jiwa ini juga harus dipenuhi haknya. Setelah cukup istirahat, kami memutuskan kembali. Tapi jujur ya, gue enggak berani bawa motor turun dengan jalanan seperti tadi. Akhirnya gue memilih dibonceng saat turunnya. Perjalanan turun menuju tempat transit pertama terasa lebih cepat. Tidak hanya karena jalanannya yang menurun, tapi juga karena sudah hapal jalan.

Penutup

Sampai di tempat transit pertama, kami Cuma berhenti sebentar. Setelahnya beranjak melanjutkan perjalana kembali ke kota untuk pulang ke rumah masing-masing. Pegel? Bangeeeeet. Tapi rasa penasaran akan Curug Bandung pun akhirnya terjawab. Yang paling menyenangkan dari Curug Bandung? Kalau datang lebih pagi, pasti mandi lah, airnya juga segar kok. Berhubung tahu jalannya, mungkin gue akan lebih memilih membonceng daripada bawa motor sendiri, hahahah. Dan perjalanan turun dari tempat parkir sampai Curug Bandung, bisa di skip nggak ya? Biar cepet gitu. Yang jelas, hiking sekari, piknik dan jalan-jalan tipis-tipis kali ini ... sukses!!!

Jadi, habis ini kita kemana? Hehehehe 



2 komentar:

   
  1. Disitu ada bidadarinya nggak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Loh emang gak tau? Bidadarinya sekarang udah canggih, malah nulis blog 🤭

      Hapus

Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Blognya Bening Pertiwi. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)

Note :

Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.

Diberdayakan oleh Blogger.