Review Buku Dasawarsa Satu (Tsugaeda)

Review buku Dasawarsa Satu dari penulis Tsugaeda ini jadi tulisan comeback-ku setelah beberapa lama enggak nulis review. Ternyata cukup lama juga ya. Terakhir update review buku bulan Februari. Maret sama sekali tidak ada review buku apapun. Bukan males, tapi memang sedang mengerjakan tulisan lain. Oke, here we go, tulisan kesekian dari penulis Tsugaeda yang masuk koleksiku.

review buku dasawarsa satu

Dasawarsa Satu

Penulis: Tsugaeda
Penerbit: CV Prakarsa Anugerah Mandiri
Jumlah halaman: 119 halaman
Cetakan pertama: Januari 2022

Sinopsis Singkat

Dasawarsa Satu merupakan refleksi sepuluh tahun Tsugaeda berkarya sejak 2012-2022. Buku ini berisikan tiga macam tulisan. Pertama, adalah kisah pengalaman saya dalam menekuni profesi penulis novel selama satu dasawarsa. Kedua adalah pendapat atau pengetahuan saya tentang suatu topik dalam dunia kepenulisan. Ketiga, adalah tips menulis yang saya ketahui dan saya praktikkan sendiri.

Review Buku Dasawarsa Satu

Awal Perkenalan

Awal perkenalan saya dengan penulis Tsugaeda saat mendapatkan buku Rencana Besar di salah satu toko buku online, tetapi dengan harga obral. Ya, obral, karena harnya hanya Rp10.000 saja. Dan ternyata dari satu buku obral, membawa saya menyimak semua bukunya yang terbit dari rentang 2012 hingga 2022 ini.

Empat novel dengan rentang yang cukup panjang. Dua buku di antaranya, Rahasia Besar dan Sudut Mati, saya masih mendapatkan versi sampul lama. Rupanya setelah itu, penulis cukup lama vakum hingga akhirnya novel ketiga yakni Efek Jera. Review Efek Jera juga sudah saya buat. Cek langsung ya. Dan menyusul kemudian novel keempat berjudul Muslihat Berlian.

Dasawarsa Satu, Refleksi Sepuluh Tahun Berkarya

Setelah menulis empat novel dalam rentang cukup lama, penulis Tsugaeda akhirnya membuat buku non-fiksi yang pertama kali diterbitkan. Seperti dituliskan dalam kata pengantarnya, buku ini ditulis untuk memperingati sepuluh tahun sang penulis menggeluti dunia penulisan novel. Sebuah diary perjalanan yang tidak sebentar, tentu dengan segala lika-likunya.

Seperti dituliskan di halaman belakang, buku ini terdiri dari tiga bagian utama. Pertama berisi pengalaman selama menekuni dunia menulis novel, kedua pengetahuan tentang dunia kepenulisan dan ketiga tips menulis yang sudah dipraktikkan langsung oleh sang penulis. Dalam buku ini dirinci menjadi sepuluh bab.

Bagian awal buku ini dimulai dari kisah terbitnya novel Rencana Besar. Tidak hanya soal rasa bahagia lantaran tulisan pertama bisa terbit di salah satu penerbit mayor, tapi juga tentang jungkir balik setelahnya lantaran yang diharapkan berbeda dari kenyataan.

Dari kisah ini penulis kemudian mencatat proses-prosesnya dalam membuat tulisan. Dari menyusun premis, membuat kerangka, menulis naskah novel lengkap, mengendapkan, meminta komentar first-reader hingga membacanya dengan suara keras. Sebuah tips praktis yang sudah dilakukan langsung oleh penulis dan ternyata juga bisa dipraktikkan oleh siapa saja.

Pada bab-bab berikutnya penulis juga membahas tentang dialog dan riset novel. Ini terutama saat bicara salah satu novelnya yang menurut saya paket lengkap, Sudut Mati. Tidak hanya soal riset yang harus lengkap tetapi juga genre fiksi kriminal yang saat itu mulai semarak. Penjelasan mengenai fiksi kriminal diceritakan lebih detail pada bab berikutnya.

Setelah dua novel pertama tadi, rupanya penulis sempat vakum. Dan baru kembali dengan novel baru Efek Jera yang diterbitkan secara indie. Kisah soal penerbitan secara indie ini juga diceritakan oleh sang penulis. Hingga setelahnya, muncul novel keempat berjudul novel Muslihat Berlian.

Di akhir buku, penulis membahas tentang hal-hal yang tidak berhubungan dengan skill langsung penulis. Yakni tentang disiplin, komunikatif dan negosiasi. Saya cukup tertegun membaca ketiga hal ini. Memang, tidak banyak yang secara lugas membahasnya dalam buku-buku soal menulis. Tapi, tanpa disadari hal ini ternyata adalah skill penting yang juga harus dimiliki oleh seorang penulis.


Penutup

Tulisan ini akan jadi saksi bahwa mengikuti perjalanan menulis seseorang ternyata tidak semudah yang dilihat orang. Dan ya, saya juga mengalami hal ini. Tahun-tahun penuh semangat dan semarak pernah jadi bagian perjalanan kepenulisan saya. Tapi tidak menutup kemungkinan, ada juga bagian suram dari perjalanan menulis itu. Dan ya, itulah perjalanan seorang penulis.

Pada akhirnya, refleksi ini seperti jadi pengingat untuk diri saya sendiri juga. Target menulis novel yang ternyata masih belum juga berhasil saya taklukkan hingga hari ini, jadi peer tanpa ujung. Saya ingin segera mewujudkannya, jelas. Tetapi ternyata, tidak semudah itu. Selalu ada warna warni dalam prosesnya.

Dan dari semua itu, yang saya pelajari, untuk jadi penulis tidak bisa berjuang sendirian. Komunitas mungkin tidak memberikan efek langsung dalam menulis. Tapi, keberadaan teman atau komunitas, paling tidak, bisa jadi pengingat di saat lalai sekaligus pengingat di saat on-fire agar tidak terjatuh dalam rasa malas.

Buku Dasawarsa Satu ini akhirnya saya tamatkan dengan rasa campur aduk. Ada tersindir sekaligus tertohok. Tapi, saya yakin, saya tidak sendirian merasakan hal ini. Semoga apa yang jadi tulisan dalam buku ini bisa kembali membangkitkan semangat menulis saya. Jelas, buku ini bisa dinikmati oleh siapa saja. Bukan hanya yang ingin mencari penyemangat dalam menulis. Tapi juga bagi yang sekadar ingin merasakan sensasi ‘kesamaan’ rasa.

Terakhir, selamat membaca. Dan sampai jumpa di tulisan lainnya.

Tidak ada komentar:

Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Blognya Bening Pertiwi. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)

Note :

Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.

Diberdayakan oleh Blogger.