Mengembalikan Kebiasaan Membaca

Setelah sempat rehat menulis cukup lama, hal pertama yang kupikirkan belakangan ini adalah: ayok kembali rutin membaca. Butuh membaca lebih dulu sebelum bisa menulis. Iya, rutin itu berbeda dengan sekadar membaca saja. Mengembalikan kebiasaan membaca menjadi sebuah kebutuhan butuh perjuangan. Bukan hanya tentang mengatasi tantangan dari luar, tapi juga dari diri sendiri.

anak membaca

Kalau cerita manfaat membaca, sudah banyak yang membahas hal ini. Meskipun tidak punya keinginan dan ambisi besar untuk membaca, tapi kebiasaan membaca ini menunjukkan manfaat untuk mengurangi stress, meningkatkan kinerja otak dan juga membangun empati. Tentu tidak hanya tiga hal tadi saja. Masih banyak hal yang bisa diambil manfaatnya dari membaca. Pada akhirnya, membaca seharusnya bukanlah hal yang eksklusif.
 

Membangun Kebiasaan Membaca

Sebelum membuat tulisan ini, sempat lewat di twitter, tentang kebiasaan membaca. Si pengunggah status menyebutkan, kalau membaca buku itu harus dijadikan hal biasa, sebiasa-biasanya, senormal-normalnya. Membaca bukan hal istimewa yang hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Membaca bukan hal yang hanya bisa dilakukan di tempat tertentu saja. Dan ya, kebiasaan membaca ini adalah hal normal. Jadi, bagaimana sih harusnya membangun kebiasaan membaca?

1. Bacalah Karena memang Ingin Membaca

Tidak jarang, beberapa kawan curhat dan mengatakan: ‘Aku tuh enggak suka baca. Ya mau gimana lagi?’ Tapi, apa mereka pernah berusaha mengubah rasa tidak suka membaca itu menjadi rasa suka? Bagaimana caranya?
 

Kawan yang lain punya cerita kalau dia sebenarnya tidak suka membaca. Semua berubah setelah dia memiliki anak. Pengetahuan akan manfaat membaca membuatnya mulai membeli beberapa buku untuk anak-anaknya. Dia paham benar manfaat membaca, jadi dia ingin mengenalkan membaca pada anaknya.

bisa membaca

Akhirnya, kebiasaan membeli buku diikuti dengan membacakan buku-buku itu untuk anaknya. Ya, dan akhirnya kawan satu ini pun membaca. Hei ... buku anak pun tetap buku ya. Dan itu bacaan. Tidak ada alasan ‘aku enggak baca buku kok’ hanya karena dia membaca buku anak. Meski awalnya itu dilakukannya ‘hanya’ untuk anaknya, toh akhirnya dia membaca juga.

Sayangnya, kebiasaan ini kadang berubah seiring sekolah. Ada anak-anak yang memang terbiasa membaca di rumahnya, membaca dengan senang dan bahagia, tapi berubah saat masuk usia sekolah. Di sekolah, membaca itu diwajibkan. Ternyata, hal yang wajib ini justru membuatnya tidak lagi menarik. Membaca yang dulunya hal menyenangkan, berubah jadi hal menyebalkan dan terpaksa, hanya karena diperindah. Agak lucu sih. Tapi ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
 

Pada akhirnya, kebiasaan membaca diawali dari rasa tertarik dan memang ‘ingin’ membaca. Terlepas rasa ‘ingin membaca’ ini awalnya dari keterpaksaan, lingkungan, ataupun perintah. Karena yang perlu diubah, dari enggan menjadi ingin. Caranya? Kembali pada diri sendiri, seperti dua cerita yang saya tulis di atas.

2. Baca Buku dengan Format dan Genre Favorit

Beberapa orang lebih suka membaca buku dengan format cetak, seperti membaca umumnya. Tapi, sebagian yang lain memilih membaca buku dengan format digital berupa ebook ataupun buku digital berbentuk suara atau audiobook.

Tidak ada yang salah dengan beragam format buku itu. Pun tidak ada yang lebih unggul sehingga membuat yang lainnya jadi jelek. Tiap format buku memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dan kecocokan saat membaca, bukan hanya soal kelebihan dan kekurangan saja, melainkan rasa nyaman.
 

Kalau memang sudah nyaman dengan suatu format buku, ya silakan nikmati buku dengan cara itu. Tidak perlu lah menjelek-jelekkan format suatu buku demi membuat format lain tampak wah. Toh, sama-sama dibaca. Semua kembali pada selera masing-masing.

Selain format buku, hal lain yang sering jadi pertentangan adalah genre buku. Tidak ada genre yang lebih unggul hingga membuat genre lain menjadi jelek. Tiap genre sama bagusnya dan sama kastanya. Semua kembali pada kebutuhan masing-masing pembaca.

Tidak perlu lah mendengarkan orang lain yang mengunggulkan satu genre dan merendahkan yang lain, hanya agar dibilang keren. Tidak perlu mengikuti semua saran orang lain hanya agar dianggap pembaca keren. Tidak masalah jika membaca buku dengan genre berbeda dengan orang lain. Ini kembali pada selera. Dan selera, bukan hal yang bisa dipaksakan. Jadi, pilih format dan genre buku favoritmu saja lah.

3. Jangan Buat Target Membaca yang Di Luar Kemampuan.

Dalam beberapa tulisan, pernah ada yang memberikan saran agar membuat target membaca tertentu. Ini bisa membantu untuk membentuk kebiasaan membaca. Bagi sebagian orang, ini relevan dan membantu. Tidak selalu demikian bagi sebagian yang lain.

Membuat target membaca bisa perlu. Tapi, tidak perlu terlalu ambisius lah. Apalagi bagi pemula, atau orang yang baru memulai membentuk kebiasaan membacanya. Salah-salah, malah kabur dan enggak membaca lagi.
 

membaca di mana saja

Lalu, harus bagaimana? Cek kemampuan sendiri, lalu buat target yang realistis. Tiap tercapai target, lakukan evaluasi bertahap. Dari evaluasi, bisa dibuat target selanjutnya. Bisa dengan target yang sama ataupun meningkat lebih baik.

Baca saja satu atau dua halaman tiap hari. Bagaimana kalau terlewat? Tidak masalah. Lakukan di hari lain. Tidak perlu merasa bersalah hanya karena melenceng dari target. Lakukan saja, lagi dan lagi. Bisa membaca banyak buku atau halaman per hari memang keren. Tapi, tidak bisa demikian pada semua orang.
 

Haruskah membaca buku tebal? Tidak ada yang memaksa pembaca pemula membaca buku tebal. Bahkan kalau perlu, pilih buku paling tipis untuk memulai. Tidak salah kan? Toh nantinya bisa ditambah lagi pada saat sudah terbiasa membaca. Intinya, buatlah target yang memang bisa dilakukan.

4. Jika tetap Sulit Membaca, Coba ‘Rule of 50’

Aturan ini bisa membantu untuk memutuskan, apakah akan terus membaca suatu buku atau berhenti. Ide ‘aturan 50’ ini berasal dari buku Marie Kondo, ‘Sparks Joy’.

Bagaimana melakukannya? Coba baca dulu 50 halaman pertama dari bukumu. Lalu, tanyakan pada dirimu, apakah buku itu menarik? Apakah akan melanjutkan membaca lagi? Ini bisa jadi salah satu cara sederhana sebelum mengambil keputusan.
 

Kesimpulan

Pada akhirnya, memang tidak ada buku yang buruk. Hanya saja, kita sebagai pembaca, yang mungkin belum menemukan buku yang cocok untuk dibaca. Dan cara untuk mencari tahu buku yang cocok, ya hanya satu, yakni dengan membaca.

Membaca itu kebiasaan wajar, normal, biasa. Bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Jadi, ayok kembali membaca.

Tidak ada komentar:

Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Blognya Bening Pertiwi. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)

Note :

Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.

Diberdayakan oleh Blogger.