Review Buku Sadness, Teman Bersedih

Ternyata masih punya hutang tulisan review buku nih. Maaf, terlewat cukup lama. Bukan niat cari alasan sih, Cuma memang ... begitulah. Oke, kali ini yang bakal direview adalah buku dengan sampul biru yang manis dan keliatan ‘adem’ 

gambar sampul depan buku sadness

Sadness, Teman Bersedih 

Penulis: Wafi Hakim AL-Shidqy 
Penerbit: Republika Penerbit 
ISBN : 978-623-2790-87-2 
Jumlah halaman : xvi+226 halaman 
Cetakan pertama : Oktober 2020 

Bersedih. 
Yang selalu dilupakan manusia. Padahal mereka memiliki rasa. 
Entah mengapa, demikian kenyataannya. 
Apakah yang ingin dirasakan manusia hanya bahagia saja? 
Aku juga bingung dengannya. 
Yang egois dalam mengelola rasa. 
Dasar aku, kamu, kita semua. 
‘Kebahagiaan selalu didambakan sedangkan kesedihan selalu disingkirkan.’
 

Sekilas buku Sadness

Dengan sampul biru yang berkesan agak ‘gloomy’, sebenarnya gue dibuat tertegun dengan judulnya. Hmmm ... ini betul nih judulnya ‘Sadness’? Kok kesannya sedih banget ya? Padahal biasanya buku-buku yang beredar membahas tentang kebahagiaan, menyembuhkan, dan banyak yang lain. Dan tema berbeda ini yang kemudian membuatnya jadi menarik. 

Seperti tagline yang mengikuti judulnya, ‘Teman Bersedih’, buku ini memang ditulis untuk menjadi teman di kala sedih. 

Review buku Sadness

Di bagian awal buku, dibuka dengan mengulik sisi pribadi, ‘Aku dan Kamu’ dan juga cara memahaminya. Ibarat perjalanan, pada bab-bab berikut dijabarkan lebih luas dan lebih dalam, bahwa kesedihan ternyata bisa ada dan muncul dari berbagai hal. 

Bahwa kesedihan bukanlah hal yang baru atau asing. Bahwa kesedihan ibarat dua sisi mata uang dengan kebahagiaan, bukan hal yang harus dipisahkan ataupun dihilangkan dengan cara apapun. 

‘Apakah kamu mengira, kalau dengan bersedih kita menjadi lemah, sehingga tidak diperhitungkan kehebatannya? Apakah tolak ukur kebahagiaan adalah ketika hidup tanpa masalah, tanpa gundah, tanpa keluh kesah, tanpa lelah, tanpa perih? 

Menurutku, kehidupan terbaik adalah ketika kita jadi manusia seutuhnya, yakni merasakan apa yang seharusnya dirasakan.’ (hal 14) 

Merasakan apa yang seharusnya dirasakan ... ya, kesedihan adalah sesuatu yang memang harusnya dirasakan tiap manusia. Bukan untuk kemudian tenggelam di dalamnya. Bukan pula untuk ditutup-tutupi seolah tidak terjadi apapun. Tapi diterima, dinikmati dan disadari kalau semua memang wajar, normal. Bersedih bukan berarti kelemahan. 

Di halaman 190 kemudian dijawab dengan: ‘Bersedih itu mendekatkan, karena hati terhangatkan. Jika bersedih itu menjauhkan, maka kamu bersama kesalahan. Mungkin saja berlebihan, menduakan karena keraguan.’ 

Penutup

Membaca buku ini seperti membaca sebuah diary yang mengalir pelan, hangat dan menenangkan. Ada banyak quote-quote menarik yang sering ‘jleb’ banget saat dibaca. Dan ya ... Selamat membaca. 

Tidak ada komentar:

Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Blognya Bening Pertiwi. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)

Note :

Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.

Diberdayakan oleh Blogger.