Panduan Membuat Review Buku yang Menarik

Panduan membuat review buku ini sebenarnya aku tulis dalam rangka merawat ingatan. Iya, soalnya kalau enggak ditulis, suka kelupaan. Termasuk malam ini yang memaksa menulis karena memang harus buat tulisan sebelum menulis yang lain, hehe.

Kalau yang biasa baca blog ini, pasti udah tahu lah ya, postingan utama di blog ini tentang review buku atau resensi buku. Penjelasan tentang apa itu review buku juga sudah aku tulis pada artikel sebelumnya. Nah ini saatnya menulis tentang apa saja yang dilakukan reviewer untuk membuat review buku.

panduan membuat review buku

Eits, tapi sebelum nulis ada nggak sih yang suka kepikiran, kenapa perlu membuat review buku? Kalau alasan utamaku, ya biar blog ini ada isinya, hehe. Karena menurutku, itu yang paling mungkin kulakukan saat ini. Tapi ada juga alasan lain yang pernah aku tuliskan di Alasan Membuat Review Buku, cek langsung ya. Oke, enggak usah terlalu lama, cek panduan membuat review buku berikut ini.

Membuat Review Buku

Jadi, beberapa waktu yang lalu, aku sempat membaca suatu artikel yang membahas secara ‘agak’ detail tentang langkah-langkah membuat review buku. Ada sepuluh step yang ditulis artikel itu dan saat ini jadi panduan membuat review buku bagiku. Kali ini aku akan mencoba mengupas langkah-langkah itu disesuaikan dengan pengalaman dan kebiasaan yang selama ini aku lakukan. Semoga sesuai lah ya.

1. Menulis Identitas Buku

Tak kenal maka tak sayang, gitu kira-kira waktu pertama membaca sebuah buku. Jadi, penting banget untuk berkenalan terlebih dahulu dengan identitas si buku sebelum dibuat review atau resensi buku. Umumnya, identitas buku terdiri dari:

Nama Penulis
Tahun Terbit
Penerbit
Jumlah halaman
Harga Buku
Tahun Terbit
Nomor ISBN
Profil Penulis

Aku tidak akan bahas detail ya, jadi sekilas aja. Kalau aku pribadi, yang pertama aku tuliskan ya pasti judul bukunya. Judul buku ini biasa aku tulis persis di bawah gambar buku yang aku buat. Dengan ukuran huruf yang cukup besar. Jadi ada daya tariknya tersendiri.

Baru setelah judul buku, diikuti dengan daftar yang ada di atas. Sebenarnya, penulisan identitas buku tidak selalu lengkap seperti di atas sih. Kalau tujuannya untuk keperluan akademik, misalnya tugas membuat resensi dari guru, ya tulis sesuai standarnya. Tapi untuk kepentingan blog, kadang aku sendiri tidak mencantumkan semuanya.

Yang tidak selau aku cantumkan adalah harga buku dan profil penulis. Untuk harga buku, biasanya panduanku ya harga buku dari situs resmi penerbitnya. Tapi, karena kadang berbeda, karenanya tidak selalu kucantumkan. Untuk profil penulis, biasanya aku masukkan dalam bagian isi review.

2. Sinopsis Buku

Sinopsis buku biasanya ditulis setelah identitas buku. idealnya, sinopsis ini dibuat untuk memberikan gambaran isi buku secara keseluruhan. Untuk buku non-fiksi, biasanya ditulis lengkap. Nah untuk buku fiksi, biasanya ditulis garis besarnya saja dan menghindari spoiler.

menulis review buku

Kalau untuk amannya sih, aku sering menuliskan blurb yang ada di bagian belakang sampul buku. Ini jadi agak males sih kelihatannya, hehe. Tapi blurb ini biasanya sudah ditulis untuk memberikan gambaran isi buku tanpa harus memberikan spoiler.

3. Kesan Pertama terhadap Buku

Apakah semua buku pasti mengesankan? Sejujurnya tidak semua buku mengesankan. Jelas, ini berhubungan dengan selera dan kebutuhan. Tapi berbeda ceritanya kalau membuat resensi ini jadi sebuah kebutuhan. Buku apapun tetap harus dilahap.

Inilah yang jadi cerita saat menuliskan kesan pertama terhadap buku. Jadi, bisa diceritakan bagaimana kesan yang pertama muncul ketika melihat buku. Ini bersifat penilaian pribadi ya. Jadi akan sangat menunjukkan kesan pribadi banget. Misal saat membaca judulnya, saat melihat sampulnya, saat membaca nama penulis, membaca blurb di belakang halaman buku atau saat membaca bab-bab awal dari buku yang dibaca.

Meski sifatnya pribadi, bukan berarti harus menjelek-jelekan ya. Memang ada beberapa buku yang tidak memberikan kesan pada satu atau dua orang pembaca. Tetapi, pembuat review harus pintar-pintar menulis kesannya terhadap buku tetapi tanpa mejelek-jelekkan si buku.


4. Gaya kepenulisan, setting, kejadian, alur cerita

Bagian berikutnya adalah membahas gaya kepenulisan, setting, kejadian, dan alur cerita. Bagiku ini ibarat mengulang kembali pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah, belajar tentang unsur intrinsik dan ekstrinsik. Nah bagian-bagian inilah yang diulas. Apakah harus dibahas semua? Idealnya dibahas semuanya. Tetapi, aku sendiri kadang tidak membahas semuanya. Kadang hanya tiga saja atau bahkan dua saja yang dibahas. Ini tergantung kebutuhan.

Misalnya untuk membahas gaya kepenulisan, bisa dibandingkan dengan gaya kepenulisan si penulis pada buku lain. Atau bahkan dibandingkan dengan buku dari penulis lain dengan tema serupa. Ini juga berlaku saat membahas setting serta alur cerita. Ini berlaku untuk buku-buku fiksi. Bagaimana dengan buku non-fiksi? Buku non-fiksi biasanya tidak selalu memiliki alur cerita. Jadi, jika menulis review buku non fiksi, bagian ini bisa ditiadakan.

5. Apa yang disukai dan menarik dari buku ini?

Apa sih yang disukai dari buku ini? Ini adalah bagian favoritku saat membuat review atau resensi buku. Jadi, di sini pembuat review memiliki kebebasan untuk mengungkapkan apa yang disukai dari buku yang dibaca. Agar bisa mengetahui mana yang disukai dari suatu buku, tentu harus membaca secara keseluruhan isi buku. Jadi tidak hanya kira-kira saja karena setelah membaca sinopsisnya. Karena suka tidak suka sifatnya relatif, maka menuliskan bagian ini juga perlu memakai hati.

Masih bingung? Hmmm ... gini deh, dipandu sedikit ya. Misal dengan beberapa pertanyaan ini: ‘Bagian mana atau bab berapa yang paling disenangi? Kenapa?’ Bisa juga dengan pertanyaan ‘Tokoh mana yang paling disenangi? Kenapa?’ Sudah ada gambaran kan ya?

6. Apa yang dipelajari dari buku ini?

Nah setelah membaca suatu buku, pasti ada yang didapat ya. Entah merasa terhibur, mendapat pengetahuan baru, kesal, bosan atau bahkan tidak suka. Cerita tentang apa yang didapat setelah membaca suatu buku bisa dituliskan di bagian ini.

Untuk buku non-fiksi, bagian ini jelas lebih mudah dibuat. Buku non-fiksi umumnya menyajikan informasi tertentu. Jadi sudah jelas, setelah membaca buku non-fiksi, pembaca akan mendapatkan informasi atau menambah pengetahuannya. Informasi ini umumnya sudah tersurat dengan jelas. Contoh buku non fiksi motivasi. Buku-buku ini sudah jelas ‘nilai’nya. Dan tidak jarang, lewat buku-buku ini kebiasaan atau sifat seseorang berubah. Ada orang yang merasa terinspirasi bahkan mengalami perubahan menjadi lebih baik setelah membaca sebuah buku motivasi.

Berbeda dengan buku fiksi. Hal-hal yang dipelajari tidak selalu dituliskan dengan tersurat. Kebanyakan justru tersirat. Untuk bisa mendapatkan ‘sesuatu’ dari buku fiksi, biasanya memang harus membacanya secara lengkap lebih dulu. Pengalamanku membaca sejumlah buku fiksi, membuatku tertarik terhadap bidang tertentu. Misalnya buku fiksi yang membahas bidang kesehatan, eh jadi tertarik belajar kesehatan. Baca buku fiksi sejarah, eh keterusan cari dan baca-baca tentang sejarah.

Tidak semua buku memang harus ada ‘nilai’ yang bisa diambil di dalamya. Idealnya demikian. Tapi, meski tidak ada nilai tersurat pun, sebuh buku minimal bisa memberikan nilai berupa hiburan untuk pembacanya.

7. Kutipan favorit

Kalau bagian favorit sudah, maka bisa ditambahkan juga kutipan favorit. Ini sifatnya tidak wajib ya, sesuai kebutuhan saja. Kalau cari kutipan favorit dari buku non-fiksi, biasanya ada banyak. Berbeda dengan buku fiksi, yang memang tidak selalu menuliskannya secara tersurat.

kutipan pada buku

Apakah semua kutipan harus dituliskan dalam review buku? Tentu tidak. Yang namanya favorit, ya pasti tidak semua. Bisa lah mencantumkan tiga sampai empat kutipan saja. Lalu diberi komentar, misalnya bagaimana kutipan itu relate dengan kehidupan sehari-hari. Nah kutipan ini biasanya ditulis dengan tulisan yang lebih menonjol. Entah dengan huruf berbeda, gaya kutipan, ada dalam kotak, dan lain-lain. Selain itu, tuliskan juga halaman berapa kutipan ini berada dalam buku.

Eits, kadang nih ya, suka nemu reviewer yang enggak teliti. Halaman kutipan yang dia tulis dalam review-nya ternyata tidak sama dengan halaman sesungguhnya di buku. Entah karena membaca buku versi berbeda (dengan halaman berbeda), entah karena alasan lain.

8. Beri penilaian

Penilaian atau rating biasaya diberikan di akhir ulasan buku. Ada reviewer yang memberikan penilaian dalam bentuk ulasan saja. Tapi ada juga yang memberikan penilaian dalam bentuk angka. Ini pun tidak ada aturan bakunya. Ada yang menggunakan skala 5 dan ada juga skala 10.

Kalau aku sendiri, lebih suka menggunakan penilaian dengan skala 10. Karena rentangnya lebih luas dibanding skala 5. Karena itu penilaian pribadi, jadi memang sifatnya sangat pribadi. Tergantung selera pereview masing-masing. 

Penggunaan penilaian ini biasanya jadi patokan calon pembaca saat akan memilih buku. Meski tidak selalu valid sih. Dan tiap reviewer juga punya patokan penilaian yang tidak selalu sama. Suatu buku bagus dan menarik untuk seseorang, belum tentu akan menarik juga untuk orang lain 

9. Rekomendasikan buku ini cocok untuk siapa

Sebelum menutup review, biasanya disampaikan juga kesesuaikan atau keterbacaan suatu buku. Ini perlu, karena seperti halnya film, buku juga disesuaikan dengan pembacanya. Ada beberapa parameter yang bisa digunakan untuk menentukan suatu buku cocok atau layak dibaca oleh siapa. Misalnya usia, jenis kelamin, jenis buku atau genre buku, dan lain-lain.

Penyesuaian isi buku terhadap pembaca bukan berarti mengotak-ngotakkan pembaca ya. Tapi memang menyesuaikan isi buku dengan si pembaca. Tidak mungkin kan, memberikan buku teenlit untuk dibaca anak usia lima tahun? Tidak akan cocok. Untuk anak-anak tentu diberikan buku usia anak.

Pencantuman rekomendasi buku ini juga bisa jadi panduan untuk pembaca sebelum membeli atau membaca suatu buku. Dia bisa mengira-ngira lebih dulu, apakah buku itu sesuai dengan kebutuhan atau seleranya. 

10. Kesimpulan

Untuk menutup suatu review, bisa menggunakan kesimpulan. Artinya, reviewer menuliskan kesimpulan pribadi setelah membaca buku. Kesimpulan ini juga sifatnya pribadi atau subyektif, jadi bisa menentukan akhir dari review yang dibuat.

Dari kesimpulan ini, calon pembaca nantinya bisa memutuskan akan membeli dan membaca buku atau tidak. Yang jelas tetap aman beli buku tanpa kantong jebol.

Penutup

Pertanyaan penutup nih, apakah review harus jujur? Tentu menulis review buku atau resensi buku harus jujur. Kalau senang ya tulis senang, kalau antusias ya tulis antusias. Karena kesimpulan dari sebuah review ini bisa jadi panduan pembaca untuk memilih membeli dan membaca buku atau tidak.

membuat review buku

Bagaimana kalau buku yang dibaca tidak bagus? Atau tidak menarik? Sekali lagi, buku itu soal selera. Belum tentu tidak bagus dan tidak menarik, akan sama nilanya bagi orang lain. Mengungkapkan rasa tidak tidak harus dikatakan secara jelas bahkan menjelek-jelekkan. Membuat review memang harus pintar-pintar membuat ulasan se-obyektif mungkin, tetapi tetap mengedepankan adab menulis yang baik.

Btw, aku juga menulis review berbagai buku selama ini. Cek langsung aja ya, Daftar Review Buku 2021 bagian 1 dan juga Daftar Review Buku 2021 bagian 2.

Oke, ini curhatanku soal panduan membuat review buku. Sepuluh step ini yang biasanya aku gunakan untuk membuat review buku. Secara tidak langsung, review buku adalah salah satu tips untuk promosi buku bagi penulis. Kalau kamu, gimana nih kalau menulis resensi atau review buku? Yuk cerita di bawah.

Tidak ada komentar:

Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Blognya Bening Pertiwi. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)

Note :

Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.

Diberdayakan oleh Blogger.