Berhubung lagi agak ramai pembahasan soal privilage, jadi kali ini gue juga
masu sedikiiiiit membahas soal privilage. ‘Privilege’ sendiri sebenarnya
berasal dari bahasa Inggris, yang kemudian diserap dalam bahasa Indonesia
menjadi ‘privilese’ yang berarti hak istimewa. Sebenarnya, kalau cek kamus
pun, ada beberapa kata yang menjadi persamaan privilese ini. Nih arti
privilese menurut
kbbi dan
wikipedia.
![]() |
sumber gambar:greatmind.id |
Tapi nih ya, dengan semakin tenarnya istilah Privilese, maknanya jadi agak
bergeser. Netijen lebih kenal dengan makna privilese sebagai ‘hak istimewa
yang didapat seseorang yang lahir dari kalangan keluarga elit’. Jadi, yang
bener yang mana nih?
Kalau lihat arti asalnya, privilese bukanlah suatu yang ‘wah’ banget.
Tapi—lagi-lagi di kalangan netijen—privilese menjadi berkesan ‘negatif’,
karena ada juga yang mengaitkannya sebagai ‘kunci emas’ untuk bisa mengakses
berbagai hal dengan berbagai keuntungan tanpa usaha yang berarti. Gini deh,
orang yang punya privilese dianggap bisa mendapatkan apapun yang dia mau tanpa
banyak usaha. Dan well, akibatnya terjadi kecemburuan sosial di sejumlah
kondisi.
“Iya, lah jelas dia cantik, punya privilese, udah cantik dari lahir, berduit
pula.”
“Keadilan sosial hanya berlaku bagi pemilik good looking, itu namanya
privilese.”
“Iya lah bisa sukses, anak sultan, punya privilese dari lahir. Keluarganya
punya banyak koneksi.”
Dan banyak komentar lainnya yang beredar di media sosial.
Dan karena hal ini, beberapa waktu belakangan gue juga berpikir. Apakah semua
yang gue dapat selama ini adalah privilese juga? Artinya selama ini,
pencapaian gue nggak bener-bener dari usaha gue sendiri dong?
Kalau Cuma melihat ke atas, orang ber-cuan banyak jelas punya privilese lebih
dibanding pennyless. Kalau dilihat fisik, terlahir dengan gen berkualitas
tinggi jelas lebih menguntungkan. Fisik bisa dicari, asal ada cuan. Gitu
kira-kira.
Dan ini yang membuat gue tergelitik. Punya ortu lengkap alih-alih berada di
keluarga broken home, itu juga privilese dong. Bisa sekolah meski bukan
sekolah mahal, juga privilese dong dibanding yang sama sekali nggak bisa
sekolah. Bisa makan tiga kali sehari dengan lauk tempe-ikan kering, masih
privilese dong dibanding yang makan sehari sekali. Atau ... bisa bernapas
dengan leluasa tanpa bantuan selang oksigen, juga privilese dong ya?
Atau gini, udah jadi pegawai tetap, jadi punya privilese layanan kesehatan
tanpa harus bayar lagi, karena sudah masuk asuransi. Atau elo diterima kerja
di suatu tempat, karena ternyata pimpinan di tempat kerja itu adalah teman
sekolah bokap elo. Contoh lain, elo dapat diskonan ketika beli sepatu lantaran
pemilik toko adalah temen emak loe.
Semua itu privilese, gais. Yang membedakan adalah ... apakah elo sudah cukup
menyukurinya atau belum. Kita hidup dengan situasi yang berbeda-beda.
Privilese untuk orang lain, belum tentu jadi privilese untuk diri kita. Kalau
terus menerus berpikir kekurangan, ya akan tetap seperti itu. Mengeluh dan
terus terpuruk. Heh? Tapi bersyukur juga bukan perkara mudah lho. Iya,
bersyukur memang nggak mudah. Tapi yang nggak mudah ini, bukan berarti nggak
bisa kan?
Ada satu kutipan menarik nih, dari tulisan di web
womantalk
Privilege tidak menjamin kesuksesan, tetapi memperbesar peluang meraihnya dibanding orang lain yang tidak memilikinya.
Lah, elo kan enak. Meski bukan anak sultan, tapi elo punya banyak privilese
‘pokok’ buat hidup. Iyes, bener banget. Gue punya semua privilese itu. Dan
tugas gue adalah bersyukur atas apa yang gue punya dan menjadikan diri gue
lebih bermanfaat lagi. Itu aja sih. Elo yang merasa nggak punya privilese,
mungkin elo butuh rehat sebentar dan pikirkan lagi, apa itu privilese.
Bukankah hidup ini sendiri adalah privilese?
Memang, gue nggak mengalami apa yang kalian—orang-orang kurang beruntung
alami—dan gue juga belum tentu punya empati yang besar untuk itu. Dan bisa
jadi, tulisan ini juga belum tentu dibaca oleh orang-orang yang nggak percaya
kalau dirinya punya privilese. Jadi, buat yang baca tulisan ini, ayok syukuri
yang kita punya, apapun itu. Dan buat diri kita bermanfaat buat orang lain, ya
siapa tahu, lewat kita inilah orang-orang yang ‘merasa’ nggak punya privilese
itu, juga bisa berkesempatan merasakan ‘privilese’ itu secara langsung.
Privilese itu Nyata
Reviewed by Bening Pertiwi
on
Juni 12, 2020
Rating:

Tidak ada komentar: