Beli Bajakan atau Tidak Baca Sama Sekali?

Salah satu godaan besar saat datang ke toko alat tulis, adalah buku. Kok? Iya, toko alat tulisnya menyediakan buku pun. Sayangnya, bukan buku original. Melainkan buku versi ‘cetak ulang’ dengan kertas buram alias bajakan. Sebut saja Aroma Karsa yang harga aslinya di atas seratus ribu, di toko ini dijual ‘hanya’ 4*ribu saja. Atau Origin-nya Darn Brown yang harga aslinya di atas seratus, Cuma dibanderol 3*ribu saja. Nyesek? Iya.

Beberapa kali datang ke sana, tangan saya pun terulur memegang buku-buku ini. Tapi, nurani saya menolaknya. Kalau saya membayar buku bajakan ini, artinya saya mendukung pembajakan. Otomatis mengurangi honor penulis. Tapi kalau nggak beli bajakan, harus sabar nabung dulu demi bisa beli buku ori. Untuk sobat misquen macam saya gini, ini dilema, iya, dilema berat.

Godaan Bajakan  

Memang sih, nggak semua harus dilakukan. Nggak semua harus diwujudkan. Saya juga nggak memungkiri, masih pakai windows bajakan, meski didampingi si linux. Masih pakai beberapa barang bajakan. Karenanya, saya mencoba memulainya untuk mengurangi konsumsi barang bajakan. Dimulai dari yang kecil dulu, beli buku original. Meski masih berat di ongkos, hehehe. Maklum #sobatmisquen

Kampanye memerangi buku bajakan sudah sering digaungkan kawan-kawan editor. Dan makin ke sini, ini makin mengusik saya. Rasanya seperti sebuah tanggung jawab, sebagai sesama penikmat karya maupun penghasil karya. Meski memang, jika tidak ada pembeli buku bajakan, maka toko penjual buku bajakan pun bisa tutup. Ini akan jadi cerita panjang lainnya. Segala yang berurusan dengan ekonomi memang nggak simpel.

Yuk, Memulai dari Diri Sendiri

Well ... kalaupun belum bisa beli buku ori, paling tidak, jangan beli bajakannya. Kalau belum bisa beli buku karya kawan sendiri, paling tidak, ikut mempromosikannya. Kalau belum bisa membayar lebih untuk buku karya kawan sendiri, paling tidak, jangan minta diskonan. Justru jika itu adalah karya kawan sendiri, kalau perlu, beli dengan harga lebih.