“Ya Tuhan, apa salah mantan, hingga ia selalu menjadi kambing hitam?” (ok, mantan bukan kambing ya)
Percaya atau nggak, hingga hari ke-sekian ternyata obrolan hangat di grup masih seputar mantan. Mantan oh mantan, betapa malang nasibmu. Betapa kejamnya para panggunjing mantan ini. #duhDek. #ups. Mantan oh mantan, betapa sial nasibmu. Terjebak dalam obrolan tak berkesudahan di sebuah grup yang mungkin tak kau tau keberadaannya. Mantan oh mantan, mungkin saat ini kupingmu panas dan memerah lantaran jadi bahan obrolan orang-orang yang—kadang lupa U-nya—bukan ABG lagi.
Kekekeke
Serius nih, gue pengen ketawa tiap kali baca obrolan tentang mantan di grup. Sekaligus baper, clekit-clekit pengen gigit sekaligus lempar sandal. Ah, lempar ha-pe sudah mainstream. Hape Cuma satu, dan masih berstatus orisinal, belum jadi mantan.
Hadoh, berat, berat
Ok, gue nggak akan banyak bahas soal grup sih. Baca obrolan soal mantan, tetiba gue teringat man.. . Eh bentar, emang gue punya mantan ya? Errrrr, #mikirKeras. Mantan yang mana ya? Bukan kok, bukan karena mantan gue banyak. Gue cuma nggak yakin, siapa yang punya status mantan sebenarnya, gue atau dia. #halah. Pacar, bukan. Mantan, bukan. Calon gebetan, juga bukan mantan gebetan. Terus? Mungkin kisah ini tentang seseorang yang pernah singgah di hati tetapi pada waktu yang tidak tepat #cieeeeeee (kumat, hadeuh). Bukan juga sih. Terus apa? Lupakan soal status. Yang jelas, ini cerita tentang seseorang #singASong
Gue Cuma pengen cerita aja sih. Sila menyimak. Ehm #dehem
Hari itu, akhir bulan Januari di sebuah tahun yang masih bikin kepala gue nyut-nyutan (mikir skrip***t). Sebuah pesan singkat masuk ke hape, yang kira-kira intinya, “Gue mau nikah akhir Maret nanti.” Itu pesan selepas subuh yang bikin gue #gedubrak, berasa jatuh ke lobang maha dalam. Hape gue yang sebenarnya nggak licin pun terhempas ke lantai, meski untungnya nggak rusak sih. Ditambah lagi setelahnya, gue baru tahu kalau gue adalah orang pertama—di kalangan para sahabat—yang diberi tahu soal kabar ini.
Perasaan gue waktu itu? Nggak cukup clekit-clekit aja, tapi kayak habis kena bogem mentah, pas di dada.
Kalau dipikir lagi, siapa sih gue? Bukan siapa-siapa sebenarnya. Karena … ah gue harus cerita semua nih? Serius? Ok, baiklah. Sebenarnya gue yang jahat. Setelah beberapa kali dia memperjuangkan gue, dan hingga akhir gue tetep kekeuh menolak, akhirnya dia berhenti. Tapi, pada saat dia melangkah dan move on, ternyata malah gue yang nggak rela. Huaaaa … karma, ini karma sodara-sodara. #janganDitiru
Dan dua bulan kemudian, di akhir Maret yang panas, hari itu pun datang. Gue datang bersama sahabat gue yang lain. Apa yang gue rasakan? Apa yang gue pikirkan? Nggak tahu, yang jelas saat itu perasaan gue bergemuruh. Detak jantung gue nggak jelas, nggak beraturan. Berkali gue merapal doa, supaya gue masih bisa tetap mengendalikan diri. Berharap gue nggak lepas kendali, dalam bentuk apapun.
Bersama antrian, gue pun naik ke panggung tempat kedua mempelai berdiri menyalami tetamu. Kaki gue gemetar, hampir ambruk rasanya. Tapi antrian di belakang memaksa gue untuk terus maju. Akhirnya gue sampai di depannya. Gue ulurkan tangan menyalami dan mengucapkan selamat sambil memaksa senyum gemetar yang super canggung. Lalu, tangan gue pun selanjutnya terulur pada sang mempelai wanita. Parahnya, cincin yang gue pakai di jari, pake acara nyangkut di kaus tangan si mempelai wanita. #hadoh Setelah acara salaman yang bikin … ok, gue nyaris pingsan, akhirnya gue turun dan bergabung lagi bersama teman-teman lain. Gue nggak berani melihat ke arah pelaminan sama sekali.
Pada saat dia bisa move on, kenapa karma menghampiri gue dan membuat gue justru merasa nggak ikhlas? Sudah, sudah. Ini sudah kelewatan rupanya.
Gue menghabiskan sore menanti kereta sambil masih terus melamun. Menata hati dan menata pikiran. Memaksa diri gue untuk tetap sadar dan mengendalikan diri. Bersama kereta senja yang mulai masuk ke stasiunKutoarjo, gue ingin—dan harus—memaksa diri gue untuk melepaskan semua.
Kisah apapun yang pernah ada antara kami, sudah usai. Seperti yang pernah gue bilang padanya, kami akan tetap bersahabat.
Udah, gitu aja sih hehehehe
Eh, kemarin ada yang bilang kalau mantan mau nikah ya? Wah, kalau kamu beneran datang ke nikahan mantan, dengan kepala tegak dan senyum terkembang—meski badai besar tersembunyi di dasar hati—maka kamu keren!!!
Itu ceritaku soal mantan, mana ceritamu?
Ah, sudahlah. Kalau bahas mantan ntar baper lagi deh. Tapi ini bukan cerita mantan kok, serius. Ini bukan cerita mantan. Terus? Lupakan soal status. Buanglah mantan pada tempatnya, kawan-kawan. Hidup harus terus berjalan. Maafkan juga soal typo dan miss-logika.
Bening Pertiwi. Full time blogger, part time tentor. Sedang berusaha untuk tidak terjebak mantan yang tidak memantankan diri, dan tidak merasa jadi mantan serta tidak menganggap mantannya adalah mantan.
Percaya atau nggak, hingga hari ke-sekian ternyata obrolan hangat di grup masih seputar mantan. Mantan oh mantan, betapa malang nasibmu. Betapa kejamnya para panggunjing mantan ini. #duhDek. #ups. Mantan oh mantan, betapa sial nasibmu. Terjebak dalam obrolan tak berkesudahan di sebuah grup yang mungkin tak kau tau keberadaannya. Mantan oh mantan, mungkin saat ini kupingmu panas dan memerah lantaran jadi bahan obrolan orang-orang yang—kadang lupa U-nya—bukan ABG lagi.
Kekekeke
Serius nih, gue pengen ketawa tiap kali baca obrolan tentang mantan di grup. Sekaligus baper, clekit-clekit pengen gigit sekaligus lempar sandal. Ah, lempar ha-pe sudah mainstream. Hape Cuma satu, dan masih berstatus orisinal, belum jadi mantan.
Hadoh, berat, berat
Ok, gue nggak akan banyak bahas soal grup sih. Baca obrolan soal mantan, tetiba gue teringat man.. . Eh bentar, emang gue punya mantan ya? Errrrr, #mikirKeras. Mantan yang mana ya? Bukan kok, bukan karena mantan gue banyak. Gue cuma nggak yakin, siapa yang punya status mantan sebenarnya, gue atau dia. #halah. Pacar, bukan. Mantan, bukan. Calon gebetan, juga bukan mantan gebetan. Terus? Mungkin kisah ini tentang seseorang yang pernah singgah di hati tetapi pada waktu yang tidak tepat #cieeeeeee (kumat, hadeuh). Bukan juga sih. Terus apa? Lupakan soal status. Yang jelas, ini cerita tentang seseorang #singASong
Gue Cuma pengen cerita aja sih. Sila menyimak. Ehm #dehem
Hari itu, akhir bulan Januari di sebuah tahun yang masih bikin kepala gue nyut-nyutan (mikir skrip***t). Sebuah pesan singkat masuk ke hape, yang kira-kira intinya, “Gue mau nikah akhir Maret nanti.” Itu pesan selepas subuh yang bikin gue #gedubrak, berasa jatuh ke lobang maha dalam. Hape gue yang sebenarnya nggak licin pun terhempas ke lantai, meski untungnya nggak rusak sih. Ditambah lagi setelahnya, gue baru tahu kalau gue adalah orang pertama—di kalangan para sahabat—yang diberi tahu soal kabar ini.
Perasaan gue waktu itu? Nggak cukup clekit-clekit aja, tapi kayak habis kena bogem mentah, pas di dada.
Kalau dipikir lagi, siapa sih gue? Bukan siapa-siapa sebenarnya. Karena … ah gue harus cerita semua nih? Serius? Ok, baiklah. Sebenarnya gue yang jahat. Setelah beberapa kali dia memperjuangkan gue, dan hingga akhir gue tetep kekeuh menolak, akhirnya dia berhenti. Tapi, pada saat dia melangkah dan move on, ternyata malah gue yang nggak rela. Huaaaa … karma, ini karma sodara-sodara. #janganDitiru
Dan dua bulan kemudian, di akhir Maret yang panas, hari itu pun datang. Gue datang bersama sahabat gue yang lain. Apa yang gue rasakan? Apa yang gue pikirkan? Nggak tahu, yang jelas saat itu perasaan gue bergemuruh. Detak jantung gue nggak jelas, nggak beraturan. Berkali gue merapal doa, supaya gue masih bisa tetap mengendalikan diri. Berharap gue nggak lepas kendali, dalam bentuk apapun.
Bersama antrian, gue pun naik ke panggung tempat kedua mempelai berdiri menyalami tetamu. Kaki gue gemetar, hampir ambruk rasanya. Tapi antrian di belakang memaksa gue untuk terus maju. Akhirnya gue sampai di depannya. Gue ulurkan tangan menyalami dan mengucapkan selamat sambil memaksa senyum gemetar yang super canggung. Lalu, tangan gue pun selanjutnya terulur pada sang mempelai wanita. Parahnya, cincin yang gue pakai di jari, pake acara nyangkut di kaus tangan si mempelai wanita. #hadoh Setelah acara salaman yang bikin … ok, gue nyaris pingsan, akhirnya gue turun dan bergabung lagi bersama teman-teman lain. Gue nggak berani melihat ke arah pelaminan sama sekali.
Pada saat dia bisa move on, kenapa karma menghampiri gue dan membuat gue justru merasa nggak ikhlas? Sudah, sudah. Ini sudah kelewatan rupanya.
Gue menghabiskan sore menanti kereta sambil masih terus melamun. Menata hati dan menata pikiran. Memaksa diri gue untuk tetap sadar dan mengendalikan diri. Bersama kereta senja yang mulai masuk ke stasiun
Kisah apapun yang pernah ada antara kami, sudah usai. Seperti yang pernah gue bilang padanya, kami akan tetap bersahabat.
Udah, gitu aja sih hehehehe
Eh, kemarin ada yang bilang kalau mantan mau nikah ya? Wah, kalau kamu beneran datang ke nikahan mantan, dengan kepala tegak dan senyum terkembang—meski badai besar tersembunyi di dasar hati—maka kamu keren!!!
Itu ceritaku soal mantan, mana ceritamu?
Ah, sudahlah. Kalau bahas mantan ntar baper lagi deh. Tapi ini bukan cerita mantan kok, serius. Ini bukan cerita mantan. Terus? Lupakan soal status. Buanglah mantan pada tempatnya, kawan-kawan. Hidup harus terus berjalan. Maafkan juga soal typo dan miss-logika.
Bening Pertiwi. Full time blogger, part time tentor. Sedang berusaha untuk tidak terjebak mantan yang tidak memantankan diri, dan tidak merasa jadi mantan serta tidak menganggap mantannya adalah mantan.
Story - Berani Datang ke Nikahan Mantan? Kamu keren!
Reviewed by Bening Pertiwi
on
September 09, 2015
Rating:

Kkkkk...ya ampun, ngakak pas cerita d pelaminan. Tp salut dgn ketegarannya.
BalasHapusSy g pernah dtng d nikahannya cm pertama yg ngucapin slmt d wall-ny, yg bikin malu itu pas calon istrinya add sy d fb#loh2 so dia, g kenal add sy haha...eh pas liat status mantan eaaa jd paham knp di-add
kekekeke
Hapussy curiga, cerita hira sepertinya lebih seru dan lebih komplikated deh
hmmm ... ditunggu ceritanya ^_^
Haha.....gak ada seru-serunya, cm yg pling sy bikin gemes tuh dulu sering dicari cewek yg g Kenal sy gegara cowok tsb. Derita jd Cewek pas-pasan yg gak populer kikiki
Hapusklo sampe dicari, berarti berkesan banget dong
Hapusgk perlu populer, buat selalu dikenang
cieeeeeeeeh #uhuk
Kkkk....mungkin krn saking anehny sy, gegara ms kul sampe skrng agak parno dgn co cakep xD
Hapuseeeh
Hapuseeeh
tapi hira nggak alergi cowok kan ya? #mikirKerasa
Nani??? Gmn bs alergi co, cm alergi inlove dgn alasan kulit luar, Yg menangin hati sy co2 yg berkarakter bkn co cakep kkkkkk kecuali klo bang kenshin nongol d dpn sy blank deh hahaha...love 's blind, meleleh tanpa alasan.
Hapushahaha
Hapus#ngakak dulu
bang kenshin masih lama lakunya, jadi nyante aja
jadi inget kalimat lucu
"kenapa cowok gendut pasangannya cewek cantik?
karena cowok sixpack pasangan cowok ganteng"'
ngakak baca ini
tapi di lain sisi, miris juga
duh dunia makin aneh aja
kita cewek aja saingannya udah berat, 4 banding 1
sekarang ditambah satu lagi, huaaaaa